Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua melepaskan 17 satwa endemik Papua pada Kamis (8 Juli 2021) di hutan Kuala Kencana, Distrik Kuala Kencana, Kabupaten Mimika.
Kepala Bidang KSDA Wilayah I BBKSDA Papua, Irwan Efendi mengatakan, pelepasliaran satwa-satwa tersebut dilakukan karena kondisi satwa tersebut telah memiliki sifat liar dan memenuhi persyaratan kesehatan baik fisik maupun laboratoris.
“Kegiatan pelepasliaran ini dilakukan dengan menaati protokol kesehatan dan membatasi peserta yang hadir dalam rangka mencegah pandemi covid19,” kata Irwan dalam keterangan tertulis yang diterima Jubi di Jayapura, Minggu (11/7/2021).
Dia mengatakan, pelepasliaran belasan satwa itu dilakukan bersama Pemerintah Kabupaten Mimika, Cabang Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Mimika, berbagai instansi terkait di Kabupaten Mimika, dan PT Freeport Indonesia.
Satwa-satwa yang dilepasliarkan adalah tiga ekor kakatua koki (Cacatua galerita) yang merupakan satwa hasil translokasi dari BBKSDA Sumatera Utara tahun 2020, dua ekor mandar besar (Porphyrio porphyrio) dan satu ekor biawak (Varanus indicus) yang merupakan serahan dari masyarakat, satu ekor nuri kelam (Pseudeus fuscata), empat ekor nuri kepala hitam (Lorius lory), dan enam ekor mambruk selatan (Goura sclaterii) yang merupakan hasil patroli dan penyerahan dari masyarakat di beberapa tempat di Kabupaten Mimika pada periode tahun 2020.
Dia melanjutkan, hutan Kuala Kencana dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena mempertimbangkan habitat yang sesuai dengan ketersediaan pakan alami yang cukup, serta aman dari ancaman dan gangguan. Satwa-satwa tersebut sebelumnya dirawat serta sekaligus di habituasi di Kandang Transit Satwa Mile 21 PT Freeport Indonesia, dan telah menjalani pemeriksaan kesehatan oleh dokter hewan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika.
Kepala Balai Besar KSDA Papua Edward Sembiring mengatakan, pelepasliaran belasan satwa endemik Papua itu bertujuan untuk menjaga kelestarian satwa liar di alam, mengingat satwa-satwa yang dilepasliarkan ini merupakan satwa endemik Papua. Kecuali mandar besar (Porphyrio porphyrio), semua satwa yang dilepasliarkan ini merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/Menlhk/Setjen/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
“Kegiatan pelepasliaran dan translokasi satwa tahun 2021 ini mengusung tema Living in Harmoni with Nature. Kita semua diajak melestarikan satwa liar milik negara, karena peran penting satwa-satwa tersebut di alam,” ujar Sembiring.
Dirjen KSDAE, Kementerian LHK, berterima kasih atas dukungan instansi pemerintah dan Pemkab Mimika, serta PT Freeport dan mengimbau kepada masyarakat untuk terus menjaga kelestarian satwa liar endemik Papua. Tempat hidup terbaik satwa liar adalah di habitatnya. Pengembangan wisata alam berbasis masyarakat dengan obyek satwa liar seperti bird watching merupakan pilihan terbaik agar satwa liar dapat lebih dilestarikan, dan masyarakat dapat memperoleh manfaat ekonomi.
Kegiatan ini merupakan rangkaian Road to Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2021, di TWAL Teluk Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sembiring bahkan mengimbau kepada masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan kekayaan alam Papua, termasuk satwa liar.
“Mari kita terus menjaga kekayaan alam Tanah Papua ini. Selamatkan satwa endemik Papua sebelum jadi kenangan,” ujarnya. (*)
Editor: Dominggus A. Mampioper